Senin, 28 April 2025

BERKEMAH DAN MENJELAJAH (Oleh Kak Laiyin Nento)

 Berkemah dan Menjelajah


“Kapan pendidikan karakter kepramukaan itu benar-benar terjadi?” Jawaban klasiknya “Saat latihan rutin di gugus depan.”

Tapi, ada satu pernyataan dari seorang pakar pendidikan alam terbuka, yang juga Pembina Pramuka senior. Pernyataan yang membuat saya ingin ‘deep learning’ atau mempelajari lebih dalam.

Menurut beliau, pendidikan karakter sejati dalam kepramukaan justru mekar saat berkemah dan menjelajah. Camping and Hiking.

Jadi, untuk apa latihan rutin?
Latihan itu, katanya, adalah persiapan. Persiapan agar anak-anak siap berkemah. Siap menjelajah. Itulah tujuan besarnya. Program latihan dari minggu ke minggu berikutnya, merupakan kumpulan materi yang mempersiapkan mereka untuk berkemah, atau untuk menjelajah.

Waktu mendengar pandangan itu, ingatan saya langsung melompat ke masa saat saya ditugaskan Kwartir Nasional mengikuti International Camp Staff Program (ICSP) dari Boy Scouts of America (BSA). Menjadi instruktur Pramuka Amerika di Summer Camp, studi A-Z tentang organisasi mereka sambil belajar langsung bagaimana mereka mengelola bumi perkemahan.

Setiap musim panas, Summer Camp digelar serempak di seluruh bumi perkemahan Pramuka (Scout Camp) di Amerika, rata-rata beroperasi dua sampai tiga bulan. Satu sesi berlangsung seminggu. Senin mulai, Sabtu pagi selesai. Akhir pekan istirahat, lanjut lagi Senin berikutnya.

Peserta tak hanya dari daerah sekitar, tapi terbuka untuk siapa saja. Mereka memilih Merit Badge (TKK) yang ingin dicapai. Bisa ambil dua, tiga, bahkan lebih, tergantung minat dan durasi penempuhan.

Kegiatan dikemas dalam rangkaian latihan dan ujian yang sering kali mereka jalani tanpa sadar sedang diuji.


Saya dan tim bertugas di Climbing Merit Badge. Salah satu badge paling berat. Sepekan penuh kami berlatih. Simpul dan Ikatan, Teknik Panjat, Rapeling, Bivak, Hiking, Orienteering, hingga lempar pisau dan kapak. Anak-anak harus hiking dulu ke lokasi panjat, lalu bermalam di bawah langit berbintang di utara Arizona.

Saya masih bisa merasakan, betapa pengalaman itu benar-benar mengubah diri mereka.

Untuk gambaran, saya lampirkan screenshot syarat Climbing Merit Badge yang sudah saya terjemahkan otomatis lewat Google Chrome. Versi aslinya dapat dilihat di tautan ini.


Kembali ke pokok soal.
Mengingat bagaimana berkemah dan menjelajah sangat efektif dalam membentuk karakter anak-anak yang kami fasilitasi saat itu. Saya setuju, bahwa pendidikan karakter kepramukaan paling mengakar, adalah saat berkemah dan menjelajah. Aktifitas tersebut adalah Golden Time.

Bukan berarti latihan mingguan tidak efektif untuk mendidik karakter. Pendidikan nilai bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan lewat siapa saja. Tapi sebagai faktor pembeda, DNA-nya kepramukaan memang alam terbuka. Persis kata pepatah Minang, “Alam takambang jadi guru.”

Belajar di alam itu beda. Bukan sekadar memindahkan ruang kelas ke luar ruangan, atau sekadar berkegiatan di lapangan terbuka.
Berada di alam artinya kita menciptakan ‘sekolah’ baru. Atmosfir belajar yang tidak bisa disamakan dengan ruang kelas. Di alam, pengalaman, tantangan, pengambilan keputusan itu nyata. Semua terjadi alami, bukan artifisial. Alam membentuk karakter dengan cara yang kuat dan membekas.

    Di antara semua teknik kepramukaan, Berkemah dan Menjelajah adalah juaranya.

Di sanalah pendidikan karakter bekerja paling efektif. Anak-anak tidak hanya diberi tahu, tapi mengalami sendiri.
Mereka merasakan takut, belajar percaya, memecahkan masalah, saling mendukung sebagai tim, belajar memimpin, mengikuti, sampai mengalahkan ego sendiri.
Semua lahir dari proses alami. Tidak ada guru yang lebih kuat daripada pengalaman itu sendiri.

KEPRAMUKAAN LAHIR DI PERKEMAHAN


Baden-Powell (BP) memulai eksperimen tentang ‘scouting’ di Pulau Brownsea dengan mengajak 20 anak laki-laki berkemah. Buku monumental Scouting for Boys pun isinya penuh adalah tentang cerita unggun di perkemahan.

Pagi sampai sore berkegiatan, berlatih, bertualang, menjelajah. Malam harinya, duduk melingkar di sekitar hangat api unggun. Penuh kehangatan persaudaraan. Berisi kegembiraan spontan yang tidak formal. Lalu dengan elegan BP menanamkan nilai-nilai mulia lewat kemampuan storytelling-nya. Merefleksikan aktifitas yang sudah dilakukan. Terinternalisasi ke hati anak-anak itu, membuncah karakter baru yang tumbuh dari dalam.

Negara-negara dengan kepramukaan yang kuat secara kultural, umumnya sangat dominan kegiatan alam terbukanya, sebut saja Amerika Serikat, Australia, Jepang, Korea Selatan. Camping dan hiking paling digemari.

Indonesia juga sudah melakukannya. Hanya perlu digiatkan lagi. Ditingkatkan frekuensinya. Dinaikkan kastanya, bukan sekadar yang penting ada, tapi benar-benar menjadi budaya. Didesain dengan lebih baik. Dikelola dengan aman, nyaman, dan selamat.

WSJ 2023 Campsite. Jeollabuk-Do, Korea Selatan

BERKEMAH


Berkemah jangan sekadar ceklis program tahunan. Jangan menjadi rutinitas yang harus dijalani hanya untuk terlihat aktif. Perkemahan adalah laboratorium hidup. Tempat belajar yang menyenangkan di luar ruang, tempat anak-anak tumbuh lewat pengalaman nyata.

Sayang sungguh sayang jika ada gugusdepan yang hanya berkemah setahun sekali, atau sekali tiap semester. Kita menyia-nyiakan medium kepramukaan paling ampuh untuk membentuk karakter anak-anak kita.

Saya membicarakan tentang perkemahan yang sejatinyanya, bukan perkemahan yang seremonial dengan agenda padat tanpa makna, apalagi dilakukan di tempat seadanya.
Berkemah harus ‘by design’ menjadi arena berlatih, tempat mengalami langsung, melakukan langsung — dan semua itu dikemas dalam suasana interaksi yang seru dan menyenangkan.
Alam terbuka yang indah menjadi kampusnya. Keselamatan menjadi perhatian. Programnya dirancang jelas, berbasis pada kebutuhan dan keinginan anak-anak sendiri. Ingat untuk selalu melibatkan mereka. Ask the boys!

Berkemah saat ini bahkan menjadi tren. Banyak Keluarga di Indonesia memanfaatkan waktu luang dengan berkemah. Motifnya juga untuk mendidik anak-anak mereka. Dekat dengan alam, belajar dari alam.

Jangan sampai Pramuka malah jarang berkemah!

MENJELAJAH


Ini bentuk petualangan yang semua orang suka. Bahkan, sekarang orang menjadikan penjelajahan sebagai bentuk rekreasi, “healing” katanya.
Menikmati perjalanan dan merasakan sensasi pencapaian saat sampai di tujuan. Entah itu puncak gunung, bibir pantai, ujung gua, atau padang rumput.

Semua proses yang dialami saat berkemah dan menjelajah adalah pendidikan. Pembelajaran tanpa sadar (unconscious learning).
Kita semua merasakannya: ketika berada di alam, karakter sejati kita muncul. Kebiasaan baik atau buruk yang selama ini tersembunyi akan terlihat dengan sendirinya.

Saat menjelajah, bukan hanya rute yang kita taklukan. Kita juga menaklukkan diri sendiri. Rasa malas, rasa takut, rasa lelah. Karena saat sampai di tujuan kita bukan hanya melihat bentang alam karya Sang Maha Pencipta tapi juga melihat versi terbaik dari diri kita sendiri.

Proses pendidikan karakter di alam sangat mahal. Karakter asli anak-anak keluar secara alamiah ketika di alam terbuka. Apakah dia cepat menyerah? Apakah dia tangguh? Apakah dia peduli teman? Apakah dia bertanggung jawab? Semua terlihat jelas.

Dan di momen itulah, pembina kepramukaan punya kesempatan emas. Masuk menanamkan nilai, membentuk jiwa, membangun karakter. Bukan lewat kata-kata, tapi lewat pengalaman hidup yang tak terlupakan.

PETUALANGAN YANG AMAN


Saya menemukan fakta yang cukup miris. Di Indonesia, masih sering terjadi kecelakaan, bahkan kehilangan nyawa, dalam kegiatan alam terbuka. Ada juga perkemahan yang menjadi ajang perundungan, kekerasan, bahkan penyimpangan.
Akibatnya, banyak sekolah dan pemerintah daerah jadi melarang kegiatan di alam terbuka. Berkemah pun akhirnya cuma di halaman sekolah. Senin sampai Jumat di sekolah, akhir pekan pun tetap di sekolah.

Kesadaran tentang urgensi keselamatan dan kenyamanan semakin meningkat dengan adanya panduan resmi Kwarnas tentang Manajemen Risiko dan Perlindungan Anggota (Safe from Harm). Namun itu belum cukup. Keamanan harus jadi prioritas utama. Keselamatan harus jadi Top of Mind. Lingkungan yang nyaman menjadi budaya.
Kita perlu memastikan Pembina Pramuka harus benar-benar mahir, tersertifikasi, dan paham standar dan prosedur keselamatan.

Karena tugas kita bukan sekadar memperbanyak kegiatan alam terbuka, tapi memastikan semua itu aman, nyaman, dan menyenangkan.
Lebih banyak petualangan, tanpa kecelakaan. Lebih banyak pengalaman, tanpa risiko yang membahayakan.

    “A week of camp life is worth six months of theoretical teaching in the meeting room.” — Baden Powell

Kapan kita camping gess?!. (KLN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

UJIAN KYU DAN PELANTIKAN PENGURUS INKAI KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2025

    Pengurus Kabupaten (Pengkab) Institut Karate-do Indonesia (INKAI) Pemalang melaksanakan Agenda Pelantikan Pengurus Kabupaten Inkai Pemal...